PUISI CINTA PERTAMA.
Saat sudut mata berjumpa,
Sontak terbetik di dalam dada,
Wajah itu seperti wahyu,
Membekas dalam di bilik qalbu.
Figura tergantung megah di dinding memori,
Tetap terjaga meski berbungkus jelaga,
Karena termakan usia, namun tetap bersemi di
ruang jiwa,
Sketsa itu terus teringat, meski masa telah
berulang musim.
Apakah ini dosa, karena tiada berdaya,
Tiada pena yg dapat menghapus memori,
Aku bisa memetik bunganya, memangkas dahannya,
Tapi benihnya terus tumbuh bersemi,
Berulang waktu mengubur imaji,
Namun setiap musim semi mekar kambali.
Apakah ini sebuah kesalahan, atas tiada kuasaku,
Wajah itu dari waktu ke waktu semakin terlihat
jelas,
Aku bertarung untuk menyerah kepada karunia
cinta-Mu,
Aku berjuang untuk pasrah kepada kuasa
keagungan-Mu.
Aku kembalikan bait ini kepada senandung-Mu.
(Putri Di Balik Awan, 6/11/16)
Kiriman uda Fakhrul Rozi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar